23 Februari 2008

Puisi /4/

Nasib yang Berputar
Suatu hari di kotamu hanya ada keberuntungan
Bila kau mau melambatkan jam dari detik yang berlalu
untuk membawa kehidupan lebih baik.

Bagaimana kau temukan
kehidupan sekarang ini
jika segalanya serupa neraka? –-di mana-mana tersiksa—
senantiasa menemukan kecemasan.

Kesedihan dan kegembiraan selalu beriringan
seperti daun-daun jatuh, melayang.
Seperti gerimis turun bersama saat menaruhmu
di antara kemarahan.

Semasih pagi kaulah barangkali orang yang kukira
membawa secangkir kopi.
Di piringnya kau selip bunga Tristan—di mana-mana ada bujuk rayu--

Sekiranya kau penyair itu
yang membuka kedua mataku untuk melihat segala kecemasan
maka kaulah orang memainkan sentuhan.
Saat ini kau mungkin telah melihat sebilah pedang dan sarung
maka di dalamnya ada lembaran kartu tarot
di antaranya kosong dan mematikan—di mana-mana ada menyimpan tanda kesialanmu—di situlah kau akan mati. Nasibmu berputar.

Kalau saja kau berangkat ke kota tanpa kau kenal,
lalu kau permainkan lagi nasibmu sendiri
maka sebuah kecepatan yang lebih lamban
kau bisa rasakan pada kocokkan serta kecepatan tangan,
sebuah bencana sedang memainkan kehidupanmu
kesedihan dan kematian hanya dibatasi kain sutra—di mana-mana kau tak melihat—kiranya kau dapat merasakannya.


2006

Tidak ada komentar: