12 Juli 2008

Catatan Temu Sastrawan Indonesia 1 di Jambi

/1/

Hallo, selamat pagi saya Mahdayeni, LO yang akan mendampingi Bapak selama di Jambi. Kapan Bapak berangkat? Pastikan naik apa, nanti kami jemput. Tks.

Demikianlah bunyi SMS yang masuk ke handphone saya dua hari sebelum saya, Purhendi, Jajang R Kawentar, Isbedy Stiawan, dan Sudirman salah seorang wartawan budaya Lampung Post bertolak bersama dari Palembang menuju Jambi, Senin (7/7) lalu. Jauh sebelumnya, saya kerapkali menerima SMS dari penyair Dimas Arika Mihardja dan Firdaus. SMS mereka itu selalu mengingatkan pentingnya acara yang digelar di Jambi. Artinya, saya pribadi, juga Purhendi, Koko P Bhairawa, Jajang R Kawentar harus hadir.

Dengan gencarnya SMS yang datang dari tim kerja Temu Sastrawan Indonesia 1, saya berpikir kemudian membayangkan betapa kerja kawan-kawan di Jambi sangat serius. Sejak bulan Februari ketika saya menerima surat, kemudian email, dan SMS menunjukkan bahwa Dimas Arika Mihardja sebagai ketua penyelenggara tidak menyia-nyiakan teknologi komunikasi untuk menjalin hubungan komunikasi dengan tidak kurang 130 sastrawan Indonesia dari Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Jabotabek, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Sebagaimana diakui Fakhrunas MA Jabar dari Riau yang hanya bisa hadir pada malam pembukaan bahwa kedatangannya lantaran sangat menghormati dan apresiatif atas kerja dan upaya yang sangat serius dilakukan oleh panitia. “Aku tak tega bila tak datang ke Jambi. Itu soalnya karena aku ada pekerjaan dari perusahaan yang tak bisa kutinggalkan, makanya aku hanya bisa mengikuti acara pembukaan,” kata cerpenis kelahiran Pekanbaru ini dengan nada menyesal. Begitu juga terjadi terhadap Hoenizar Hood penyair asal Kepulauan Riau yang hanya bisa mengikuti hari pertama musyawarah sastrawan mengungkapkan rasa penyesalannya.

Di sisi lain tampak sastrawan senior Hamsad Rangkuti, L.K. Ara, Sunaryo Basuki, dan Dinullah Rayes begitu setia mengikuti sepenuhnya acara TSI yang memakan waktu empat hari. Meski usia mereka rata-rata sudah separuh baya tapi semangat mereka tampak masih menyala-nyala, apa lagi cerpenis Sunaryo Basuki yang sudah tampak sangat tua. -anwar putra bayu-

Tidak ada komentar: