Setelah pertunjukan dari CCL Bandung, (24/06) di gelar di Graha Budaya, Jakabaring, maka Teater Studio Indonesia bekerja sama Teater Alam yang didukung oleh Dewan Kesenian Sumatera Selatan dan Federasi Teater Sumatera Selatan akan mementaskan Perempuan Gerabah atawa Ritus Kawin Tanah karya dan sutradara Nandang Aradea selama dua hari 26 dan 27 Juni, pukul 14.00.
Perempuan Gerabah ini menurut Nandang Aradea pernah dipentaskan di Serang, Surabaya , dan Jakarta dalam event Biennale Teater. Pentas keliling Perempuan Gerabah ini, selain Palembang juga dilaksanakan di Metro (Lampung) sebagai bagian pertunjukan keliling Teater Studio Indonesia ke daerah Sumbagsel yang sponsori oleh Hivos.
Pertunjukan Teater Studio Indonesia akan mengetengahkan narasi tentang keberadaan manusia sekarang, yang merupakan sebuah personifikasi tentang “membangun dan menghancurkan”, sebagaimana gambaran kehidupan manusia saat ini di mana kita hidup di dunia yang berantakkan dan berkeping-keping. Manusia dengan susah payah membangun dunia (Gerabah sebagai analogi), dan setelah jadi bentuk, manusia merayakannya, membanggakannya, tapi dikemudian hari dunia itu jadi tak berharga, retak, pecah, diinjak-injak kaki sendiri dengan entah harus sakit entah harus bahagia.
Demikianlah manusia modern sebuah personifikasi seperti perempuan membuat gerabah membangun- menghancurkan, membangun – menghancurkan, demikian seterusnya. Hal ini mengingatkan kita tentang hukuman yang dialami oleh Sysipus.
Pertunjukan Teater Studio Indonesia ini nantinya lebih memilih narasi gambar, sehingga penonton akan mendapatkan kesan visual secara simbolik, metaforik, dan asosiatif. TSI sepertinya tidak meyakini kata karena kata-kata kian polutif oleh janji-janji palsu dan sumpah serapah. Selain kekuatan visual, pertunjukan tersebut menumpu pada kesadaran perkusi yang musikal yang dihasilkan dari bunyi gerabah itu sendiri. Jadi untuk berkomunikasi narasi Perempuan Gerabah membuat bahasa-bahasa baru, konvensi-konvensi baru dengan penontonnya.
Di beberapa pertunjukan sebelumnya, di Jakarta dalam even Biennale Teater misalnya, STI melakukan visualisasinya dengan konsep membangun ruang dalam panggung Perempuan Gerabah dengan kontruksi bambu yang menyerupai abstraksi jambangan atau gentong yang terbuat dari bambu dengan diameter lingkaran tengah 8 meter dengan tinggi panggung 10 meter. Stage area dalam abstraksi itu terdiri dari panggung lingkar dengan diameter 3,8 meter dan dapat berputar secara motorik menyerupai alat pembuat gerabah (perabot) dan penonton duduk berumpak melingkar. Penonton dan pemain dikondisikan terikat dan dekat, diancam dan dirindukan, untuk bersikap kritis dan beralienasi. Akan tetapi, di Graha Budaya nantinya Perempuan Gerabah mungkin akan berjarak dengan penonton karena akan menggunakan konsep pertunjukan proscenium (in door:di dalam gedung).
Pertunjukan yang berlangsung 70 menit itu akan didukung oleh enam aktor yakni, Taufik P. Pamungkas, Farid Ibnu Wahid, Suryadi Sally Al-Faqir, Arip Fr, Desi Indriyani dan Mak Maryamah. Pertunjukan TSI tak lebih merupakan hasil proses panjang dengan eksplorasi pendektan-pendekatan miraga rasa, sebuah pendekatan pemanusiaan tubuh yang sudah tergerus oleh tradisi mesin.
Perempuan Gerabah yang diusung oleh Teater Studio Indonesia merupakan kerja dari sebuah kelompok teater yang metode-metode kerjanya berbasis pada riset dan konsep-konsep lab teater studio, yakni teater yang membangun ruang, teater yang menginterupsi dan lebur dalam persoalan-persoalan sosial. (Anwar Putra Bayu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar