Nama KIFP Akan Diganti, Kegiatan Sastra Perlu difasilitasi
Kompas, 17/03/08 - Pemerintah dan pengelola Kambang Iwak sepakat mengubah nama Kambang Iwak Family Park atau KIFP menjadi Taman Bank Sumsel. Perubahan nama ini dinilai pihak legislatif sebagai bentuk kamuflase dan akal-akalan untuk mengaburkan masalah pelanggaran aturan perizinan aset milik kota.
Oleh karena itu, pihak legislatif tetap mendesak eksekutif untuk mempertanggungjawabkan soal pelanggaran aturan perizinan secara yuridis formal ke legislatif.
Demikian diutarakan Ketua DPRD Kota Palembang M Yansuri, Sabtu (15/3) di Palembang. Menurut dia, apa pun jenis nama yang akan digunakan proyek Kambang Iwak, DPRD tetap melanggar aturan.
”Kesalahan pertama pemerintah adalah memberikan izin membangun di kawasan yang tak boleh dibangun. Dan kesalahan kedua adalah mengapa tidak meminta izin DPRD,” ujar Yansuri.
Sesuai dengan ketentuan daerah, Yansuri menilai Kambang Iwak sebagai kawasan paru-paru kota yang tidak boleh didirikan jenis bangunan apa pun. Dia mencontohkan pembangunan air mancur dan penanaman pohon yang pernah dilakukan sebuah BUMD beberapa tahun lalu.
”Kalau konteksnya memperindah kawasan paru-paru kota, maka masih bisa ditoleransi. Tapi lihat ini, sudah tidak ada izin malah justru membangun sesuatu yang sifatnya tidak memperindah dan menjaga lingkungan kota,” ucap Yansuri.
Mengenai langkah hukum dan administratif selanjutnya, Yansuri mengaku tidak tinggal diam. Dia menuturkan masih menunggu momen paling tepat untuk menegur dan membawa permasalahan ini ke jalur hukum.
Menurut Apriadi S Busri, Asisten II Pemkot Palembang, Jumat lalu ada pertemuan antara pemkot, investor, dan Bank Sumsel. Intinya menyepakati penonjolan nama Taman Bank Sumsel, bukan KIF Park. Namun, pembangunan KIF Park tetap berlanjut karena bagian dari lingkungan Taman Bank Sumsel.
Kegiatan sastra
Anwar Putra Bayu, sastrawan sekaligus pengarah kelompok sastra ASAP Palembang, menambahkan, Kambang Iwak merupakan sebuah tempat yang dulu acapkali digunakan untuk berdiskusi sekaligus ruang ekspresi para anggota kelompok tersebut.
Saat ini, lanjut dia, kegiatan seperti itu memang sudah jarang dilakukan karena persoalan internal dan minimnya dukungan pemerintah terhadap kelompok sastra. Namun, dia menilai pembangunan Kambang Iwak merupakan cerminan perilaku pemerintah yang selalu mementingkan kepentingan ekonomi sesaat tanpa perencanaan yang baik.
”Seharusnya pemerintah juga peduli bidang lain, misalnya sastra,” ucap Bayu.
Jika dikaitkan dengan agenda pariwisata Visit Musi 2008, Bayu menegaskan pentingnya menghidupkan kegiatan sastra di Palembang. Ditambahkan, Palembang punya segudang sastrawan potensial, namun tak berkembang karena kurang perhatian.
Bayu berharap pemerintah turut memfasilitasi serta mendukung para kelompok seniman dan sastrawan untuk berpentas secara rutin di berbagai sudut kota Palembang. (ONI)
sumber www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar